Mencuatnya skandal kontaminasi zat
berbahaya pada produk pangan menandakan lemahnya pengawasan pangan pasar ini.
Menyangkut masalah impor, tidak ada pengecekan soal keamanan pangan. Pangan
asal luar dengan mudah masuk ke Indonesia. Akhirnya muncullah kasus produk
pangan yang mengandung bahan kimia berbahaya, makanan yang diolah kembali dari
tempat pembuangan, yang kedaluarsa, busuk, atau menggunakan cara-cara tidak
aman.
Berikut ini salah satu contoh produk pangan yang mengandung kimia berbahaya :
Ø Melamin
Ditemukan melamin dalam produk pangan semakin memperpanjang daftar pangan di Indonesia yang terkontaminasi bahan kimia berbahaya. Selama kita mengenal melamin mungkin hanya dari peralatan makanan dan minuman yang kita pakai, seperti mangkok, gelas, atau piring melamin. Memang, bersama dengan formaldehid, melamin digunakan untuk memproduksi perangkat makan minum tahan panas tersebut.
Dengan terbongkarnya kasus penyalahgunaan melamin dalam produk susu China dan turunannya pada September 2008, semakin membuka mata kita bahwa pelaku usaha bisa menggunakan cara apapun untuk merekayasa produknya. Tanpa perduli itu berbahaya atau tidak. Sejatinya zat-zat berbahaya yang masuk kedalam tubuh akan ditolak oleh system perncernaan. Dan ginjal adalah organ yang pertama kali kesulitan untuk membersihkan zat tersebut. Karena akumulasi zat berbahaya, ginjal pun mengalami kegagalan fungsi, seperti yang terjadi di China, sejak terungkapnya produk susu yang mengandung melamin, terdapat 4 bayi yang meninggal, sedangkan 53 ribu lainnya mengalami sakit ginjal.
Konsumen memang tidak dapat membedakannya secara kasat mata. Karenanya itu konsumen harus bisa cerdas dan kritik dalam memilih suatu barang. Jadikan daftar produk berbahaya yang dikeluarkan pemerintah sebagai pegangan berbelanja, dan protes ke retail bila masih menemukan produk-produk tersebut di pasaran.
Ø Formalin yang Mengawetkan
Formalin merupakan larutan yang komersial dengan konsentrasi 10-40% dari formaldehid. Bahan ini biasanya digunakan sebagai bahan antiseptik, germisida dan pengawet. Fungsinya sering diselewengkan untuk bahan pengawet makanan dengan alas an karena biaya lebih murah seperti mengawetkan ikan, dengan sebotol kecil dapat mengawetkan ikan secara praktis tanpa harus memakai batu es.
Formalin biasanya sering ditemukan pada makanan produk industri rumahan, karena mereka tidak terdaftar di BPOM setempat. Biasanya makanan yang tidak diberi bahan pengawet seringkali tidak akan tahan lebih dalam 12 jam.
Formaldehid juga dipakai untuk menimbulkan warna produk menjadi lebih cerah. Sehingga formalin juga banyak di pakai dalam produk rumah tangga, seperti piring, gelas dan mangkok yang berasal dari plastik atau melamin. Bila piring atau gelas itu terkena makanan atau minuman panas maka bahan formalin yang terdapat dalam wadah itu akan larut, tapi bila digunakan untuk keadaan makanan dan minuman yang dingin sebenarnya tidak berbahaya. Namun, akan sangat berbahaya bila wadah-wadah ini dipakai untuk menaruh kopi, the, atau makanan yang berkuah panas.
Formalin masuk kedalam tubuh manusia melalui dua jalan yakni pernapasan dan mulut. Sebetulnya kita setiap hari menghirup formalin dari lingkungkan sekitar yang dihasilkan oleh asap knalpot dan pabrik yang mengandung formalin, mau tidak mau kita akan menghisapnya. Formalin juga dapat menyebabkan kanker (zat yang bersifat karsinogenik). Bila terhirup formalin dapat menyebabkan iritasi pada hidung dan tenggorokan, gangguan pernapasan, rasa terbakar pada hidung dan tenggorokan serta batuk, kerusakan pada sistem saluran pernapasan bisa menganggu paru-paru berupa pneumonia (radang paru-paru) atau edema paru (pembengkakan paru).
Berikut ini salah satu contoh produk pangan yang mengandung kimia berbahaya :
Ø Melamin
Ditemukan melamin dalam produk pangan semakin memperpanjang daftar pangan di Indonesia yang terkontaminasi bahan kimia berbahaya. Selama kita mengenal melamin mungkin hanya dari peralatan makanan dan minuman yang kita pakai, seperti mangkok, gelas, atau piring melamin. Memang, bersama dengan formaldehid, melamin digunakan untuk memproduksi perangkat makan minum tahan panas tersebut.
Dengan terbongkarnya kasus penyalahgunaan melamin dalam produk susu China dan turunannya pada September 2008, semakin membuka mata kita bahwa pelaku usaha bisa menggunakan cara apapun untuk merekayasa produknya. Tanpa perduli itu berbahaya atau tidak. Sejatinya zat-zat berbahaya yang masuk kedalam tubuh akan ditolak oleh system perncernaan. Dan ginjal adalah organ yang pertama kali kesulitan untuk membersihkan zat tersebut. Karena akumulasi zat berbahaya, ginjal pun mengalami kegagalan fungsi, seperti yang terjadi di China, sejak terungkapnya produk susu yang mengandung melamin, terdapat 4 bayi yang meninggal, sedangkan 53 ribu lainnya mengalami sakit ginjal.
Konsumen memang tidak dapat membedakannya secara kasat mata. Karenanya itu konsumen harus bisa cerdas dan kritik dalam memilih suatu barang. Jadikan daftar produk berbahaya yang dikeluarkan pemerintah sebagai pegangan berbelanja, dan protes ke retail bila masih menemukan produk-produk tersebut di pasaran.
Ø Formalin yang Mengawetkan
Formalin merupakan larutan yang komersial dengan konsentrasi 10-40% dari formaldehid. Bahan ini biasanya digunakan sebagai bahan antiseptik, germisida dan pengawet. Fungsinya sering diselewengkan untuk bahan pengawet makanan dengan alas an karena biaya lebih murah seperti mengawetkan ikan, dengan sebotol kecil dapat mengawetkan ikan secara praktis tanpa harus memakai batu es.
Formalin biasanya sering ditemukan pada makanan produk industri rumahan, karena mereka tidak terdaftar di BPOM setempat. Biasanya makanan yang tidak diberi bahan pengawet seringkali tidak akan tahan lebih dalam 12 jam.
Formaldehid juga dipakai untuk menimbulkan warna produk menjadi lebih cerah. Sehingga formalin juga banyak di pakai dalam produk rumah tangga, seperti piring, gelas dan mangkok yang berasal dari plastik atau melamin. Bila piring atau gelas itu terkena makanan atau minuman panas maka bahan formalin yang terdapat dalam wadah itu akan larut, tapi bila digunakan untuk keadaan makanan dan minuman yang dingin sebenarnya tidak berbahaya. Namun, akan sangat berbahaya bila wadah-wadah ini dipakai untuk menaruh kopi, the, atau makanan yang berkuah panas.
Formalin masuk kedalam tubuh manusia melalui dua jalan yakni pernapasan dan mulut. Sebetulnya kita setiap hari menghirup formalin dari lingkungkan sekitar yang dihasilkan oleh asap knalpot dan pabrik yang mengandung formalin, mau tidak mau kita akan menghisapnya. Formalin juga dapat menyebabkan kanker (zat yang bersifat karsinogenik). Bila terhirup formalin dapat menyebabkan iritasi pada hidung dan tenggorokan, gangguan pernapasan, rasa terbakar pada hidung dan tenggorokan serta batuk, kerusakan pada sistem saluran pernapasan bisa menganggu paru-paru berupa pneumonia (radang paru-paru) atau edema paru (pembengkakan paru).
Bila terkena kulit dapat menimbulkan
perubahan warna, kulit menjadi merah, mengeras, mati rasa dan rasa terbakar.
Apabila terkena mata menimbulkan iritasi, memerah, rasanya sakit dan
gatal-gatal. Bila konsentrasi tinggi maka menyebabkan pengeluaran air mata yang
hebat dan kerusakan pada lensa mata.
Ø Boraks sang Pengenyal
Ini merupakan senyawa yang bisa memperbaiki tekstur makanan sehingga menghasilkan rupa yang bagus pada makanan seperti bakso dan kerupuk. Bakso yang menggunakan boraks memiliki kekenyalan yang kas yang berbeda dari bakso yang menggunakan banyak daging, sehingga terasa renyah dan disukai serta tahan lama. Sedang kerupuk yang mengandung boraks kalau digoreng akan mengembang dan empuk, teksturnya bagus dan renyah.
Dalam industri borks dipakai untuk mengawetkan kayu, anti septic kayu dan pengontrol kecoa. Bahaya boraks terhadap kesehatan diserap melalui usus, kulit yang rusak dan selaput lender. Jika dikonsumsi dalam jangka waktu lama atau berulang-ulang akan memiliki efek toksik. Pengaruh kesehatan secara akut adalah muntah dan diare. Dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan gangguan pencernaan, nafsu makan menurun, anemia, rambut rontok, dan kanker.
Ø Pemanis Buatan
BPOM menjelaskan pemanis buatan hanya digunakan pada pangan rendah kalori dan pangan tanpa penambahan gula, namun kenyatannya banyak ditemukan pada produk permen, jelly dan minuman yang mengandung pemanis buatan. Dan ini juga bukan hanya ditemukan pada merk-merk terkenal, tapi juga pada produk yang beriklan ditelevisi.
Bukan Cuma mengandung konsentrasi tinggi, tapi produk ini juga berupaya menyembunyikan sesuau. Beberapa produk bahkan juga tidak mencantumkan batas maksimum penggunaan pemanis buatan Aspartam. Pemakaian Aspartam berlebihan memicu kanker dan leukimia pada tikus, bahkan pada dosis pemberian Aspartam hanya 20mg/Kg BB.
Ø Pewarna Tekstil
Zat pewarna alami sudah dikenal sejak dulu dalam industri makanan untuk meningkatkan daya tarik produk makanan sehingga konsumen tergugah untuk membelinya. Namun celakanya ada juga penyalahgunaan dengan adanya pewarna buatan yang tidak diizinkan untuk digunakan sebagai zat adiktif. Contoh yang sering ditemui adalah penggunaan bahan pewarna Rhodamin B, yaitu zat pewarna yang lazim digunakan dalam industri tekstil, namun digunakan dalam zat pewarna makanan.
Berbagai penelitian dan uji telah membuktikan bahwa penggunaan zat makanan ini dapat menyebabkan kerusakan pada organ hati.
Ø Boraks sang Pengenyal
Ini merupakan senyawa yang bisa memperbaiki tekstur makanan sehingga menghasilkan rupa yang bagus pada makanan seperti bakso dan kerupuk. Bakso yang menggunakan boraks memiliki kekenyalan yang kas yang berbeda dari bakso yang menggunakan banyak daging, sehingga terasa renyah dan disukai serta tahan lama. Sedang kerupuk yang mengandung boraks kalau digoreng akan mengembang dan empuk, teksturnya bagus dan renyah.
Dalam industri borks dipakai untuk mengawetkan kayu, anti septic kayu dan pengontrol kecoa. Bahaya boraks terhadap kesehatan diserap melalui usus, kulit yang rusak dan selaput lender. Jika dikonsumsi dalam jangka waktu lama atau berulang-ulang akan memiliki efek toksik. Pengaruh kesehatan secara akut adalah muntah dan diare. Dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan gangguan pencernaan, nafsu makan menurun, anemia, rambut rontok, dan kanker.
Ø Pemanis Buatan
BPOM menjelaskan pemanis buatan hanya digunakan pada pangan rendah kalori dan pangan tanpa penambahan gula, namun kenyatannya banyak ditemukan pada produk permen, jelly dan minuman yang mengandung pemanis buatan. Dan ini juga bukan hanya ditemukan pada merk-merk terkenal, tapi juga pada produk yang beriklan ditelevisi.
Bukan Cuma mengandung konsentrasi tinggi, tapi produk ini juga berupaya menyembunyikan sesuau. Beberapa produk bahkan juga tidak mencantumkan batas maksimum penggunaan pemanis buatan Aspartam. Pemakaian Aspartam berlebihan memicu kanker dan leukimia pada tikus, bahkan pada dosis pemberian Aspartam hanya 20mg/Kg BB.
Ø Pewarna Tekstil
Zat pewarna alami sudah dikenal sejak dulu dalam industri makanan untuk meningkatkan daya tarik produk makanan sehingga konsumen tergugah untuk membelinya. Namun celakanya ada juga penyalahgunaan dengan adanya pewarna buatan yang tidak diizinkan untuk digunakan sebagai zat adiktif. Contoh yang sering ditemui adalah penggunaan bahan pewarna Rhodamin B, yaitu zat pewarna yang lazim digunakan dalam industri tekstil, namun digunakan dalam zat pewarna makanan.
Berbagai penelitian dan uji telah membuktikan bahwa penggunaan zat makanan ini dapat menyebabkan kerusakan pada organ hati.
BAB I PENDAHULUAN
Di Indonesia saat ini banyak terjadi permasalahan konsumen
pada bidang pangan khususnya, diantaranya adalah yang paling mengkhawatirkan
masyarakat adalah kasus – kasus tentang masalah penyalahguaan bahan berbahaya
pada produk pangan ataupun bahan yang diperbolehkan tetapi melebihi batas yang
telah ditentukan. Contoh dari kasus tentang penyalahguaan bahan berbahaya pada
produk pangan yang telah terjadi di Indonesia dan sampai kepengadilan yaitu
terjadi pada kasus yang telah membawa akibat meninggalnya seorang manusia
sebagai konsumen dikarenakan kelalaian dari produsen, adalah pada kasus biscuit
beracun di Tangerang, pada kasus tersebut menibatkan CV. Gabisco sebagai
Produsen.
Di dalam kasus tersebut, yang melibatkan CV. Gabisco sebagai produsen, jelas sekali dikarenakan kelalaian dari produsen. Hal tersebut didasarkan bahwa konsumen yang tidak mengetahui bahwa biscuit yang telah dikonsumsinya telah tercemar dengan bahan berbahaya bagi jiwa dan kesehatannya. Karena dari hasil pemeriksaan laboratorium dari biscuit tersebut mengandung racun yang berbahaya yaitu Anion Nitrit (NO2).
Di dalam kasus tersebut, yang melibatkan CV. Gabisco sebagai produsen, jelas sekali dikarenakan kelalaian dari produsen. Hal tersebut didasarkan bahwa konsumen yang tidak mengetahui bahwa biscuit yang telah dikonsumsinya telah tercemar dengan bahan berbahaya bagi jiwa dan kesehatannya. Karena dari hasil pemeriksaan laboratorium dari biscuit tersebut mengandung racun yang berbahaya yaitu Anion Nitrit (NO2).
1.1 Latar Belakang Masalah
Produk pangan yang sering dikonsumsi konsumen setiap
harinya, yang selama ini diandalkan sebagai sumber protein nabati namun
ternyata masyarakat sebagai konsumen tidak menyadari bahwa produk pangan
tersebut mengandung bahan berbahaya. Produk pangan yang dimaksud, banyak sekali
terdapat pada jajanan sekolah, jajanan pasar, makanan Catering, bahakan di
dalam toko – toko swalayan yang sering kali kita anggap paling bersih dalam hal
penyediaan bahan makanan yang merupakan bentuk dari pasar modern pun tak luput
dari ancaman bahan tambahan berbahaya.
Menurut kami sebagai penulis, hal ini sangat menarik untuk dibahas dan dikaji. Karena ada tiga hal sekurang–kurangnya yang menarik anatara lain :
Pertama, bahwa berdasarkan data dari BPOM di 5 Provinsi pada tahun 1999 – 2001 menunjukan bahwa penggunaan bahan tambahan yang berbahaya untuk kesehatan yang terdapat diproduk pangan yaitu sekitar 89,8% yang terdiri dari 35,6% penggunaan Boraks dan 41,2% penggunaan Formalin, 10,4% penggunaa pewarna Rodamin B dan 1,9 % penggunaan pewarna Amaran. Kasus lainnya adalah penggunaan bahan tambahan pangan yang diizinkan tetapi melebihi dosis yang telah diizinkan sesuai dengan peraturan menteri kesehatan No. 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Perubahan Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan.
Menurut kami sebagai penulis, hal ini sangat menarik untuk dibahas dan dikaji. Karena ada tiga hal sekurang–kurangnya yang menarik anatara lain :
Pertama, bahwa berdasarkan data dari BPOM di 5 Provinsi pada tahun 1999 – 2001 menunjukan bahwa penggunaan bahan tambahan yang berbahaya untuk kesehatan yang terdapat diproduk pangan yaitu sekitar 89,8% yang terdiri dari 35,6% penggunaan Boraks dan 41,2% penggunaan Formalin, 10,4% penggunaa pewarna Rodamin B dan 1,9 % penggunaan pewarna Amaran. Kasus lainnya adalah penggunaan bahan tambahan pangan yang diizinkan tetapi melebihi dosis yang telah diizinkan sesuai dengan peraturan menteri kesehatan No. 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Perubahan Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan.
1.2 Batasan Masalah
Dalam makalah yang kami susun ini, kami akan membahas hal-hal diantaranya sebagai berikut:
• Undang-Undang perlindungan konsumen dalam hubunganya dengan penyalahgnaan zat-zat berbahaya dalam berbagai produk pangan.
• Jenis dari zat berbahaya yang umum digunakan dalam produk pangan
• Dampak serta kerugian yang ditimbulkan oleh zat-zat berbahaya tersebut
• Sanksi yang diberikan kepada para oknum yang terlibat dalam penyalahgunaan penggunaan zat berbahaya dalam produk pangan.
Dalam makalah yang kami susun ini, kami akan membahas hal-hal diantaranya sebagai berikut:
• Undang-Undang perlindungan konsumen dalam hubunganya dengan penyalahgnaan zat-zat berbahaya dalam berbagai produk pangan.
• Jenis dari zat berbahaya yang umum digunakan dalam produk pangan
• Dampak serta kerugian yang ditimbulkan oleh zat-zat berbahaya tersebut
• Sanksi yang diberikan kepada para oknum yang terlibat dalam penyalahgunaan penggunaan zat berbahaya dalam produk pangan.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah mengenai Undang-undang Perlindungan Konsumen dalam hubungannya dengan penyalahgunaan zat-zat berbahaya dalam berbagai produk pangan adalah :
• Untuk memenuhi tugas penyusunan makalah sebagai tugas Pengantar Ilmu Hukum (PIH)
• Menimbulkan daya fikir yang kritis bagi para mahasiswa terhadap maraknya kasus penyalahgunaan zat-zat berbahaya dalam produk pangan
• Meneliti secara lebih jauh mengenai dasar hukum dan landasan dilarangnya penggunaan zat-zat berbahaya dalam berbagai produk pangan
Tujuan penulisan makalah mengenai Undang-undang Perlindungan Konsumen dalam hubungannya dengan penyalahgunaan zat-zat berbahaya dalam berbagai produk pangan adalah :
• Untuk memenuhi tugas penyusunan makalah sebagai tugas Pengantar Ilmu Hukum (PIH)
• Menimbulkan daya fikir yang kritis bagi para mahasiswa terhadap maraknya kasus penyalahgunaan zat-zat berbahaya dalam produk pangan
• Meneliti secara lebih jauh mengenai dasar hukum dan landasan dilarangnya penggunaan zat-zat berbahaya dalam berbagai produk pangan
1.4.Metode Pengumpulan Data
Dalam penyusunan makalah ini, perlu sekali pengumpulan data
serta sejumlah informasi aktual yang sesuai dengan permasalahan yang akan
dibahas. Sehubungan dengan masalah tersebut dalam penyusunan makalah ini,
penulis menggunakan beberapa metode pengumpulan data, yang pertama dengan
membaca buku sumber, kedua browsing di Internet, ketiga dengan membaca media
cetak dan terakhir dengan pengetahuan yang penulis miliki.
1.5. Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun dengan urutan sebagai berikut :
1.5. Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun dengan urutan sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan
Pada bagian ini dijelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan, metode pengumpulan data, dan sistematika penulisan.
Pada bagian ini dijelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan, metode pengumpulan data, dan sistematika penulisan.
Bab II Pembahasan Pada bab ini ditemukan pembahasan yang
terdiri dari pengertian pangan,pengertian zat berbahaya,macam-macam zat berbahaya,kasus
penyalahgunaan zat berbahaya,landasan hukum yang berlaku di Indonesia tentanf
perlindungan konsumen dalam penyalagunaan zat berbahaya dalam produk
pangan,hukuman bagi para oknum penyalahgunaan zat berbahaya.
Bab III Penutup
Bab terakhir ini memuat kesimpulan dan saran.
Daftar Pustaka
Pada bagian ini berisi referensi-referensi dari berbagai media yang penulis
gunakan untuk pembuatan makalah ini.
Bab terakhir ini memuat kesimpulan dan saran.
Daftar Pustaka
Pada bagian ini berisi referensi-referensi dari berbagai media yang penulis
gunakan untuk pembuatan makalah ini.
BAB II PEMBAHASAN
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mengumumkan
hasil kajian dan analisis mengenai kebijakan pemerintah di bidang pangan yang
terkait dengan perlindungan konsumen. Kajian BPKN ini bekerjasama dengan
Seafast Center IPB, tujuan kajian tersebut antara lain mempelajari penanganan
kasus-kasus pangan yang kemudian ditindak lanjuti dengan penyampaian
rekomendasi BPKN kepada Pemerintah tentang kebijakan perlindungan konsumen di
bidang pangan.
Kajian dilakukan sebagai pelaksanaan tugas BPKN berdasarkan amanat UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen dikaitkan dengan hak konsumen mendapatkan kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; hak mendapatkan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; serta hak mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
Kajian dilakukan sebagai pelaksanaan tugas BPKN berdasarkan amanat UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen dikaitkan dengan hak konsumen mendapatkan kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; hak mendapatkan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; serta hak mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
2.1.Pangan
2.1.1 Definisi dari Pangan
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang juga merupakan komoditas perdagangan, memerlukan dukungan sistem perdagangan pangan yang etis, jujur, & bertanggung jawab sehingga terjangkau oleh masyarakat. Pangan dalam bentuk makanan & minuman adalah salah satu kebutuhan pokok manusia yang diperlukan untuk hidup, tumbuh, berkembang biak, & reproduksi.
Dalam pasal 1 UU no.7/1996, disebutkan bahwa “Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati & air, baik yang diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, & bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, & atau pembuatan makanan atau minuman”.
2.1.1 Definisi dari Pangan
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang juga merupakan komoditas perdagangan, memerlukan dukungan sistem perdagangan pangan yang etis, jujur, & bertanggung jawab sehingga terjangkau oleh masyarakat. Pangan dalam bentuk makanan & minuman adalah salah satu kebutuhan pokok manusia yang diperlukan untuk hidup, tumbuh, berkembang biak, & reproduksi.
Dalam pasal 1 UU no.7/1996, disebutkan bahwa “Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati & air, baik yang diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, & bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, & atau pembuatan makanan atau minuman”.
2.2 Zat Berbahaya (Zat Adiktif)
2.2.1 Definisi dari zat berbahaya
Zat berbahaya umum juga disebut dengan zat adiktif, yaitu obat serta bahan-bahan aktif yang apabila dikonsumsi oleh organism hidup dapat menyebabkan kerja biologi terhambat. Dalam hal ini, penggunaan zat tambahan dalam produk pangan pun menimbulkan beberapa dampak yang mengganggu system kerja organ tubuh dalam proses metabolisme sehingga zat tambahan tersebut termasuk adiktif.
2.2.1 Definisi dari zat berbahaya
Zat berbahaya umum juga disebut dengan zat adiktif, yaitu obat serta bahan-bahan aktif yang apabila dikonsumsi oleh organism hidup dapat menyebabkan kerja biologi terhambat. Dalam hal ini, penggunaan zat tambahan dalam produk pangan pun menimbulkan beberapa dampak yang mengganggu system kerja organ tubuh dalam proses metabolisme sehingga zat tambahan tersebut termasuk adiktif.
2.2.2 Macam-Macam Zat Berbahaya serta Dampaknya
Pengertian dan dampak yang ditimbulkan dari zat – zat yang membahayakan, yang kebayakan dipakai sebagai bahan tambahan produk pangan tersebut yaitu :
1. Formalin
Formalin adalah larutan 37% Formaldehida dalam air yang biasanya mengandung 10 – 15% methanol untuk mencegah polimerisasi. Formalin banyak digunaan sebagai desinfektan untuk pembersih lantai, kapal, gudang, dan pakaian, sebagai germisida dan fungisida pada tanaman dan Sayuran , serta sebagai pembasmi lalat dan serangga lainnya.
Menurut BPOM penggunaan formalin pada produk pangan sangat membahayakan kesehatan karena dapat menyebabkan efek jangka pendek dan panjang tergantung dari besarnya paparan pada tubuh. Dampak formalin pada tubuh manusia dapat bersifat :
Akut : Efek pada kesehatan manusia langsung terlihat : Seperti iritasi, alergi, kemerahan, mata berair, mual, muntah, rasa terbakar, sakit perut dan pusing.
Kronik : Efek pada kesehatan manusia terlihat setelah terkena dalam jangka waktu yang lama dan berulang : Seperti iritasi parah, mata berair, gangguan pada pencernaan, hati, ginjal, pancreas, system saraf pusat, dan pada hewan percobaan dapat menyebabkan kanker sedangkan pada manusia diduga bersifat karsinogen. Megkonsumsi bahan makanan yang mengandung formalin, efek sampingnya terlihat dalam waktu jangka panjang, karena terjadi akumulasi formalin dalam tubuh.
Formalin sangat mudah diserap oleh tubuh melalui saluran pernafasan dan pencernaan. Penggunaan formalin dalam jangka panjang dapat berakibat buruk pada organ tubuh. Karena beracun, pada kemasan formalin diberi label yang bertuliskan “Jangan menggunakan formalin untuk mengawetkan pangan seperti mie dan tahu”.
Pengertian dan dampak yang ditimbulkan dari zat – zat yang membahayakan, yang kebayakan dipakai sebagai bahan tambahan produk pangan tersebut yaitu :
1. Formalin
Formalin adalah larutan 37% Formaldehida dalam air yang biasanya mengandung 10 – 15% methanol untuk mencegah polimerisasi. Formalin banyak digunaan sebagai desinfektan untuk pembersih lantai, kapal, gudang, dan pakaian, sebagai germisida dan fungisida pada tanaman dan Sayuran , serta sebagai pembasmi lalat dan serangga lainnya.
Menurut BPOM penggunaan formalin pada produk pangan sangat membahayakan kesehatan karena dapat menyebabkan efek jangka pendek dan panjang tergantung dari besarnya paparan pada tubuh. Dampak formalin pada tubuh manusia dapat bersifat :
Akut : Efek pada kesehatan manusia langsung terlihat : Seperti iritasi, alergi, kemerahan, mata berair, mual, muntah, rasa terbakar, sakit perut dan pusing.
Kronik : Efek pada kesehatan manusia terlihat setelah terkena dalam jangka waktu yang lama dan berulang : Seperti iritasi parah, mata berair, gangguan pada pencernaan, hati, ginjal, pancreas, system saraf pusat, dan pada hewan percobaan dapat menyebabkan kanker sedangkan pada manusia diduga bersifat karsinogen. Megkonsumsi bahan makanan yang mengandung formalin, efek sampingnya terlihat dalam waktu jangka panjang, karena terjadi akumulasi formalin dalam tubuh.
Formalin sangat mudah diserap oleh tubuh melalui saluran pernafasan dan pencernaan. Penggunaan formalin dalam jangka panjang dapat berakibat buruk pada organ tubuh. Karena beracun, pada kemasan formalin diberi label yang bertuliskan “Jangan menggunakan formalin untuk mengawetkan pangan seperti mie dan tahu”.
2. Boraks
Boraks adalah senyawa berbentuk Kristal putih, tidak berbau dan stabil pada suhu dan tekana normal. Dalam air borak berubah menjadi Natrium Hidroksida dan Asam Borat. Boraks umumnya digunakan untuk memantri logam, pembuatan gelas dan enamel, sebagai pengawet kayu, dan pembasmi kecoa.
Asam Borat maupun Boraks adalah racun bagi sel – sel tubuh, berbahaya bagi susunan syaraf pusat, ginjal dan hati. Jangan mengunakan Boraks dalam pembuatan bakso, kerupuk, mie dan sejenisnya.
3. Rhodamin – B
Rhodamin – B adalah zat pewarna sintetis berbentuk serbuk Kristal, berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau, dan dalam larutan berwarna merah terang berflourenses. Rhodamin – B ummnya digunakan sebagai pewarna kertas dan tekstil. Percobaan pada binatang menunjukan bahwa zat ini diseap lebih banyak pada saluran pencernaan.
Kerusakan pada hati tikus terjadi sebagai akibat pakannya mengandung Rhodamin – B dalam konsentrasi yang tinggi. Mengkonsumsi zat ini dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan gangguan pada fungsi hati dan bias menngakibatkan kanker hati. Jangan mewarnai pangan dengan Rhodamin – B.
Boraks adalah senyawa berbentuk Kristal putih, tidak berbau dan stabil pada suhu dan tekana normal. Dalam air borak berubah menjadi Natrium Hidroksida dan Asam Borat. Boraks umumnya digunakan untuk memantri logam, pembuatan gelas dan enamel, sebagai pengawet kayu, dan pembasmi kecoa.
Asam Borat maupun Boraks adalah racun bagi sel – sel tubuh, berbahaya bagi susunan syaraf pusat, ginjal dan hati. Jangan mengunakan Boraks dalam pembuatan bakso, kerupuk, mie dan sejenisnya.
3. Rhodamin – B
Rhodamin – B adalah zat pewarna sintetis berbentuk serbuk Kristal, berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau, dan dalam larutan berwarna merah terang berflourenses. Rhodamin – B ummnya digunakan sebagai pewarna kertas dan tekstil. Percobaan pada binatang menunjukan bahwa zat ini diseap lebih banyak pada saluran pencernaan.
Kerusakan pada hati tikus terjadi sebagai akibat pakannya mengandung Rhodamin – B dalam konsentrasi yang tinggi. Mengkonsumsi zat ini dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan gangguan pada fungsi hati dan bias menngakibatkan kanker hati. Jangan mewarnai pangan dengan Rhodamin – B.
4. Metanil Yellow
Metanil Yellow adalah zat pewarna sintesis berbentuk serbuk bewarna kuning kecoklatan, larut dalam air, agak larut dalam benzene, eter, dan sedikit larut dalam aseton. Metanil Yelow umumnya dugunakan sebagai pewarna tekstil dan cat serta sebagai indicator reaksi netralisasi asam – basa.
Zat ini adalah senyawa kimia dari Azo Aromatik yang dapat menimbulkan tomur dalam berbagai jaringan hati, kandung lemih, saluran pencernaan atau jaingan kulit. Jangan mewarnai pangan dengan Metanil Yellow.
Dari berbagai jenis bahan – bahan yang telah disebutkan diatas dan dinyatakan sangat berbahaya bagi tubuh dan kesehatan manusia dalan jangka pendek maupun jangka panjang, mulai dari produksi, eksport – import, pendistribusian barang, maupun penjualan dan pemasarannya haruslah dilakukan pengawasan yang ketat sehingga tidak ada lagi pelaku usaha yang menggunakan bahan berbahaya tersebut sebagai bahan tambahan makanan pada produk – produk pangan yang beredar dimasyarakat.
2.3 Kasus Penyalahgunaan Zat Berbahaya bagi Produk Pangan di Indonesia
Sebagian besar kasus keracunan makanan berasal dari jasa boga (katering). Data nasional yang dirangkum BPOM selama 4 tahun terakhir juga menjelaskan, bahwa industri jasa boga dan produk makanan rumah tangga memberikan kontribusi yang paling besar (31%) dibandingkan dengan pangan olahan (20%); jajanan (13%) dan lain-lain (5%).
Data dari Badan POM tentang kejadian luar biasa (KLB) keracunan makanan dari tahun 2001-2006 menunjukkan peningkatan baik dari jumlah kejadian maupun jumlah korban yang sakit dan meninggal. Walaupun demikian, korban meninggal ditengarai mungkin hanya 1 % saja sesuai dengan perkiraan WHO.
Sepanjang tahun 2006 (per-tanggal 23 Agustus 2006) dilaporkan jumlah KLB mencapai 62 kasus dengan 11.745 orang yang mengkonsumsi makanan dan 4.235 orang jatuh sakit serta 10 meninggal. Tahun 2005 terjadi 184 KLB, 23.864 orang yang mengkonsumsi makanan, 8.949 orang jatuh sakit serta 49 orang meninggal.
Berdasarkan penyebab terjadi KLB (per-23 Agustus 2006) 37 kasus tidak jelas asalnya, 11 kasus disebabkan mikroba dan 8 kasus tidak ada sample. Pada tahun 2005 KLB yang tidak jelas asalnya (berasal dari umum) sebanyak 95 kasus, tidak ada sample 45 kasus dan akibat mikroba 30 kasus.
Hasil kajian dan analisa BPKN juga masih menemukan adanya penggunaan bahan terlarang dalam produk makanan sebagai berikut :
1. Ditemukan penggunaan bahan-bahan terlarang seperti bahan pengawet, pewarna, pemanis dan lainnya yang bukan untuk pangan (seperti rhodamin B dan methanil yellow). Ada dua kategori bahan pengawet yang biasa dipakai pelaku usaha, pertama bahan pengawet yang tidak boleh dipergunakan sama sekali dan kedua, bahan yang boleh digunakan tapi sudah berada di atas ambang batas yang telah ditentukan.
2. Penyalahgunaan bahan kimia berbahaya lainnya juga ditemui pada produk pangan, terutama penggunaan formalin, dan boraks. Pemakaian formalin terutama ditemui pada produk pangan berasam rendah seperti mie basah, tahu, ikan asin dan ikan segar.
3. Penyalahgunaan bahan tambahan pangan (BTP) yang melebihi dosis yang diizinkan antara lain ditemui pada penggunaan pemanis buatan (sakarin dan siklamat).
Mengenai penggunaan BTP sendiri sampai saat ini belum ada angka yang pasti. Data Badan POM di 5 provinsi pada tahun 1999-2001 menunjukkan bahwa sekitar 89,8% produk pangan mengandung BTP yang terdiri dari 35,6% produk pangan mengandung boraks, 41,2% mengandung formalin, 10,4% mengandung pewarna Rodhamin B dan 1,9% mengandung pewarna Amaran.
2.4 Landasan Hukum yang Berlaku di Indonesia Seputar Perlindungan Konsumen dalam Penyalahgunaan Zat Berbahaya dalam Produk Pangan
Undang-Undang mengenai Perlindungan konsumen diatur dalam Undang – Undang R.I nomor 8 tahun 1999 Tentang perlindungan konsumen. Diantaranya :
Metanil Yellow adalah zat pewarna sintesis berbentuk serbuk bewarna kuning kecoklatan, larut dalam air, agak larut dalam benzene, eter, dan sedikit larut dalam aseton. Metanil Yelow umumnya dugunakan sebagai pewarna tekstil dan cat serta sebagai indicator reaksi netralisasi asam – basa.
Zat ini adalah senyawa kimia dari Azo Aromatik yang dapat menimbulkan tomur dalam berbagai jaringan hati, kandung lemih, saluran pencernaan atau jaingan kulit. Jangan mewarnai pangan dengan Metanil Yellow.
Dari berbagai jenis bahan – bahan yang telah disebutkan diatas dan dinyatakan sangat berbahaya bagi tubuh dan kesehatan manusia dalan jangka pendek maupun jangka panjang, mulai dari produksi, eksport – import, pendistribusian barang, maupun penjualan dan pemasarannya haruslah dilakukan pengawasan yang ketat sehingga tidak ada lagi pelaku usaha yang menggunakan bahan berbahaya tersebut sebagai bahan tambahan makanan pada produk – produk pangan yang beredar dimasyarakat.
2.3 Kasus Penyalahgunaan Zat Berbahaya bagi Produk Pangan di Indonesia
Sebagian besar kasus keracunan makanan berasal dari jasa boga (katering). Data nasional yang dirangkum BPOM selama 4 tahun terakhir juga menjelaskan, bahwa industri jasa boga dan produk makanan rumah tangga memberikan kontribusi yang paling besar (31%) dibandingkan dengan pangan olahan (20%); jajanan (13%) dan lain-lain (5%).
Data dari Badan POM tentang kejadian luar biasa (KLB) keracunan makanan dari tahun 2001-2006 menunjukkan peningkatan baik dari jumlah kejadian maupun jumlah korban yang sakit dan meninggal. Walaupun demikian, korban meninggal ditengarai mungkin hanya 1 % saja sesuai dengan perkiraan WHO.
Sepanjang tahun 2006 (per-tanggal 23 Agustus 2006) dilaporkan jumlah KLB mencapai 62 kasus dengan 11.745 orang yang mengkonsumsi makanan dan 4.235 orang jatuh sakit serta 10 meninggal. Tahun 2005 terjadi 184 KLB, 23.864 orang yang mengkonsumsi makanan, 8.949 orang jatuh sakit serta 49 orang meninggal.
Berdasarkan penyebab terjadi KLB (per-23 Agustus 2006) 37 kasus tidak jelas asalnya, 11 kasus disebabkan mikroba dan 8 kasus tidak ada sample. Pada tahun 2005 KLB yang tidak jelas asalnya (berasal dari umum) sebanyak 95 kasus, tidak ada sample 45 kasus dan akibat mikroba 30 kasus.
Hasil kajian dan analisa BPKN juga masih menemukan adanya penggunaan bahan terlarang dalam produk makanan sebagai berikut :
1. Ditemukan penggunaan bahan-bahan terlarang seperti bahan pengawet, pewarna, pemanis dan lainnya yang bukan untuk pangan (seperti rhodamin B dan methanil yellow). Ada dua kategori bahan pengawet yang biasa dipakai pelaku usaha, pertama bahan pengawet yang tidak boleh dipergunakan sama sekali dan kedua, bahan yang boleh digunakan tapi sudah berada di atas ambang batas yang telah ditentukan.
2. Penyalahgunaan bahan kimia berbahaya lainnya juga ditemui pada produk pangan, terutama penggunaan formalin, dan boraks. Pemakaian formalin terutama ditemui pada produk pangan berasam rendah seperti mie basah, tahu, ikan asin dan ikan segar.
3. Penyalahgunaan bahan tambahan pangan (BTP) yang melebihi dosis yang diizinkan antara lain ditemui pada penggunaan pemanis buatan (sakarin dan siklamat).
Mengenai penggunaan BTP sendiri sampai saat ini belum ada angka yang pasti. Data Badan POM di 5 provinsi pada tahun 1999-2001 menunjukkan bahwa sekitar 89,8% produk pangan mengandung BTP yang terdiri dari 35,6% produk pangan mengandung boraks, 41,2% mengandung formalin, 10,4% mengandung pewarna Rodhamin B dan 1,9% mengandung pewarna Amaran.
2.4 Landasan Hukum yang Berlaku di Indonesia Seputar Perlindungan Konsumen dalam Penyalahgunaan Zat Berbahaya dalam Produk Pangan
Undang-Undang mengenai Perlindungan konsumen diatur dalam Undang – Undang R.I nomor 8 tahun 1999 Tentang perlindungan konsumen. Diantaranya :
• Bab II : Asas dan tujuan
Pasal 3 bagian D : menciptakan system perlindunagn konsumen yang mengandung unsure kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi .
• Bab III : Hak dan Kewajiban
Pasal 4 hak konsumen : bagian A : hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa.
Bagian D : Hak untuk didengar penadapt atau keluhannya atas barang atau jasa yang digunakan .
Bagian F : Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
Pasal 3 bagian D : menciptakan system perlindunagn konsumen yang mengandung unsure kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi .
• Bab III : Hak dan Kewajiban
Pasal 4 hak konsumen : bagian A : hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa.
Bagian D : Hak untuk didengar penadapt atau keluhannya atas barang atau jasa yang digunakan .
Bagian F : Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
• Bab VI : Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha
1 . Pasal 8 : bagian B: Tidak sesuai dengan berat bersih , isi bersih atau netto dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut .
2 . pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak , cacat atau bekas dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang yang dimaksud.
1 . Pasal 8 : bagian B: Tidak sesuai dengan berat bersih , isi bersih atau netto dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut .
2 . pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak , cacat atau bekas dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang yang dimaksud.
• Bab VI : Tanggung jawab pelaku usaha
Pasal 19 : bagian 1 : pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan , pencemaran, dan / atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan / atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan
Bagian 2 : Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan / atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan / atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku
Bagian 4 : pemberian ganti rugi sebagaiman dimaksud pada ayat ( 1) dab ayat (2) tidak menghapus kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsure kesalahan.
Pasal 19 : bagian 1 : pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan , pencemaran, dan / atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan / atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan
Bagian 2 : Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan / atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan / atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku
Bagian 4 : pemberian ganti rugi sebagaiman dimaksud pada ayat ( 1) dab ayat (2) tidak menghapus kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsure kesalahan.
• Bab VII : Pembinaan dan pengawasan
Pasal 29 : bagian 1 : pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penylengraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiaban konsumen dan pelaku usaha.
Bagian 2 : Pembinaan oleh pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) dilaksanakan oleh mentri dan / atau mentri teknis terkait.
Pasal 29 : bagian 1 : pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penylengraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiaban konsumen dan pelaku usaha.
Bagian 2 : Pembinaan oleh pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) dilaksanakan oleh mentri dan / atau mentri teknis terkait.
2.5 Hukuman Bagi Para Oknum Penyalahgunaan Zat Berbahaya
dalam Produk Pangan di Indonesia
Hukuman bagi pelaku usahapun masih terlalu ringan, misalnya yang terbukti bersalah hanya divonis penjara 3-6 bulan sedangkan dendanya hanya Rp. 200.000, Dasar hukum yang dipakai oleh hakim dan jaksa hanya KUHP atau peraturan daerah. Sedangkan dalam UU Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999 pelanggan terhadap kesehatan konsumen dapat dikenakan hukuman maksimal 5 tahun berikut denda hingga Rp 2 milyar.
Hukuman bagi pelaku usahapun masih terlalu ringan, misalnya yang terbukti bersalah hanya divonis penjara 3-6 bulan sedangkan dendanya hanya Rp. 200.000, Dasar hukum yang dipakai oleh hakim dan jaksa hanya KUHP atau peraturan daerah. Sedangkan dalam UU Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999 pelanggan terhadap kesehatan konsumen dapat dikenakan hukuman maksimal 5 tahun berikut denda hingga Rp 2 milyar.
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Dari makalah ini dapat kita simpulkan bahwa kesadaran konsumen jauh dari yang diharapkan, termasuk diantaranya keharusan membaca label sebelum menjatuhkan pilihan untuk membeli. Dalam hal ini diperlukan sosialisasi kepada masyarakat secara terus menerus. Salah satu media yang diperlukan adalah iklan layanan masyarakat yang mengajak atau mendorong konsumen untuk lebih bijak dalam menentukan pilihan, artinya konsumen harus memiliki kesadaran dan pengetahuan tentang barang dan ketentuannya. Dalam kasus keracunan makananan akhir-akhir ini terkesan dianggap biasa saja dan tidak ada pemikiran atau kesadaran untuk melaporkannya ke instansi yang berwenang.
Maka dari penjelasan diatas alangkah baiknya adalah pemerintah sebagai badan yang melakukan pengawasan terhadap penyebaran dan pemasaran barang – barang yang telah beredar di masyarakat luas saat ini sering dan selalu melakukan pengawasan – pengawasan terhadap para pelaku usaha maupun para distributor yang merupakan penyedia barang yang langsung dapat bertemu dengan konsumen ataupun pelanggan.
Itulah sebabnya essay ini dibuat karena dirasa di Indonesia saat ini para pelaku usaha dan juga produsen banyak yang melakukan pelanggaran pelanggaran yang melanggar Undang – Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Konsumen di Indonesia amat banyak sekali dirugikan mulai dari sakit ringan sampai meninggal dunia yang semuanya itu merupakan efek – efek dari makanan yang dikonsumsinya selama tenggang waktu yang sebentar ataupun cukup lama.
Undang – Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bertujuan untuk melindungi dan atau setidaknya menyetarakan antara produsen dan konsumen sebagai pengguna agara apabila terjadi dikemudian hari suatu pelanggaran terhadap hak – hak konsumen, maka produsen dapat dimintai pertanggung jawabannya di muka pengadilan.
Dari makalah ini dapat kita simpulkan bahwa kesadaran konsumen jauh dari yang diharapkan, termasuk diantaranya keharusan membaca label sebelum menjatuhkan pilihan untuk membeli. Dalam hal ini diperlukan sosialisasi kepada masyarakat secara terus menerus. Salah satu media yang diperlukan adalah iklan layanan masyarakat yang mengajak atau mendorong konsumen untuk lebih bijak dalam menentukan pilihan, artinya konsumen harus memiliki kesadaran dan pengetahuan tentang barang dan ketentuannya. Dalam kasus keracunan makananan akhir-akhir ini terkesan dianggap biasa saja dan tidak ada pemikiran atau kesadaran untuk melaporkannya ke instansi yang berwenang.
Maka dari penjelasan diatas alangkah baiknya adalah pemerintah sebagai badan yang melakukan pengawasan terhadap penyebaran dan pemasaran barang – barang yang telah beredar di masyarakat luas saat ini sering dan selalu melakukan pengawasan – pengawasan terhadap para pelaku usaha maupun para distributor yang merupakan penyedia barang yang langsung dapat bertemu dengan konsumen ataupun pelanggan.
Itulah sebabnya essay ini dibuat karena dirasa di Indonesia saat ini para pelaku usaha dan juga produsen banyak yang melakukan pelanggaran pelanggaran yang melanggar Undang – Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Konsumen di Indonesia amat banyak sekali dirugikan mulai dari sakit ringan sampai meninggal dunia yang semuanya itu merupakan efek – efek dari makanan yang dikonsumsinya selama tenggang waktu yang sebentar ataupun cukup lama.
Undang – Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bertujuan untuk melindungi dan atau setidaknya menyetarakan antara produsen dan konsumen sebagai pengguna agara apabila terjadi dikemudian hari suatu pelanggaran terhadap hak – hak konsumen, maka produsen dapat dimintai pertanggung jawabannya di muka pengadilan.
3.2 Saran
1) Petunjuk teknis dalam rangka implementasi PP 28/2004
tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan dan PP 69/1999 tentang Label dan Iklan
Pangan perlu disosialisasikan secara terus menerus dan berkelanjutan. Perlu
dilakukan pengkajian pada kebijakan/peraturan pangan yang dilakukan secara
bersama-sama oleh instansi yang terkait dengan kebijakan pangan (Dep.
Perindustrian, Dep. Perdagangan, Dep. Pertanian dan Badan POM).
2) Pemda melalui dinas-dinasnya sebagaimana ketentuan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No. 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4437) sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya perlu melakukan upaya yang terus menerus untuk memberdayakan masyarakat dengan memberikan pemahaman dan perlindungan kepada konsumen dalam hal keamanan pangan. Rendahnya kesadaran konsumen akan hak dan kewajibannya termasuk di bidang keamanan pangan yang di-akibatkan masih kurangnya upaya pendidikan konsumen oleh pemerintah.
2) Pemda melalui dinas-dinasnya sebagaimana ketentuan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No. 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4437) sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya perlu melakukan upaya yang terus menerus untuk memberdayakan masyarakat dengan memberikan pemahaman dan perlindungan kepada konsumen dalam hal keamanan pangan. Rendahnya kesadaran konsumen akan hak dan kewajibannya termasuk di bidang keamanan pangan yang di-akibatkan masih kurangnya upaya pendidikan konsumen oleh pemerintah.
3) Untuk mencegah keracunan pangan yang banyak ditemukan
pada usaha jasa boga dan makanan jajanan, instansi yang berwenang di tingkat
daerah (dinas terkait) perlu terus melakukan pembinaan serta pengawasan yang
intensif. Perlu penyusunan program dan kegiatan berkaitan dengan keamanan
pangan oleh dinas yang berwenang di daerah, termasuk program
penyuluhan/sosialisasi kepada masyarakat dan usaha jasa boga.
4) Pemerintah baik di Pusat maupun daerah perlu selalu berkoordinasi melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap produk pangan, terutama yang diproduksi oleh usaha kecil dan menengah karena sangat rawan dari aspek keamanan pangan akibat mudah rusak dan mudah terkontaminasi mikroba yang berbahaya. Juga perlu dilakukan pengawasan yang lebih intensif secara periodik terhadap peredaran produk pangan yang sudah kadaluarsa dan menyalahi peraturan pelabelan.
5) Khusus bagi produk pangan impor perlu dilakukan pencegahan dini sejak di entry point (pelabuhan) terutama terhadap ketentuan label dan ketentuan lain yang diwajibkan antara lain mencantumkan label berbahasa Indonesia, nama dan alamat importir serta spesifikasi teknis produk dalam kemasan.
6) Para pelaku usaha baik sebagai produsen, pedagang/distributor maupun importir turut bertanggung jawab dalam penerapan ketentuan Pemerintah khususnya mengenai label pangan antara lain kewajiban pencantuman kadaluarsa serta label berbahasa Indonesia.
7) Masih kurangnya penegakan hukum yang bertujuan memberikan efek jera pada kasus-kasus pelanggaran terhadap ketentuan berlaku berkaitan dengan pangan oleh pelaku usaha.
8) Peran Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) yang mendapat kewenangan melalui UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK); yakni turut mengawasi barang beredar di pasar bersama-sama pemerintah perlu ditingkatkan dan disosialisasikan secara terus menerus.
Sementara fungsi peran dan BPSK selaku badan yang bertugas menyelesaikan sengketa konsumen termasuk sengketa akibat kerugian mengkonsumsi pangan perlu diefektifkan.
4) Pemerintah baik di Pusat maupun daerah perlu selalu berkoordinasi melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap produk pangan, terutama yang diproduksi oleh usaha kecil dan menengah karena sangat rawan dari aspek keamanan pangan akibat mudah rusak dan mudah terkontaminasi mikroba yang berbahaya. Juga perlu dilakukan pengawasan yang lebih intensif secara periodik terhadap peredaran produk pangan yang sudah kadaluarsa dan menyalahi peraturan pelabelan.
5) Khusus bagi produk pangan impor perlu dilakukan pencegahan dini sejak di entry point (pelabuhan) terutama terhadap ketentuan label dan ketentuan lain yang diwajibkan antara lain mencantumkan label berbahasa Indonesia, nama dan alamat importir serta spesifikasi teknis produk dalam kemasan.
6) Para pelaku usaha baik sebagai produsen, pedagang/distributor maupun importir turut bertanggung jawab dalam penerapan ketentuan Pemerintah khususnya mengenai label pangan antara lain kewajiban pencantuman kadaluarsa serta label berbahasa Indonesia.
7) Masih kurangnya penegakan hukum yang bertujuan memberikan efek jera pada kasus-kasus pelanggaran terhadap ketentuan berlaku berkaitan dengan pangan oleh pelaku usaha.
8) Peran Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) yang mendapat kewenangan melalui UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK); yakni turut mengawasi barang beredar di pasar bersama-sama pemerintah perlu ditingkatkan dan disosialisasikan secara terus menerus.
Sementara fungsi peran dan BPSK selaku badan yang bertugas menyelesaikan sengketa konsumen termasuk sengketa akibat kerugian mengkonsumsi pangan perlu diefektifkan.
Daftar Pustaka
•
http://lpkjatim.blogspot.com/2009/12/hasil-kajian-bpkn-di-bidang-pangan.html
• http://www.scribd.com/doc/17633440/Pengertian-Zat-Adiktif
• http://hukumkes.wordpress.com/2008/03/15/pengertian-pangan /
•
• http://www.scribd.com/doc/17633440/Pengertian-Zat-Adiktif
• http://hukumkes.wordpress.com/2008/03/15/pengertian-pangan /
•
Sering
tidak kita sadari bahwa dalam makanan yang kita konsumsi sehari-hari ternyata
mengandung zat-zat kimia yang bersifat racun, baik itu sebagai pewarna,
penyedap rasa dan dan bahan campuran lain. Zat-zat kimia ini berpengaruh
terhadap tubuh kita dalam level sel, sehingga kebanyakan kita akan mengetahui
dampaknya dalam waktu yang lama.
Dampak
negatif yang bisa terjadi adalah dapat memicu kanker, kelainan genetik, cacat
bawaan ketika lahir, dan lain-lain. Tidak ada cara untuk menghindar 100% dari
bahan-bahan kimia itu dalam kehidupan kita sehari-hari, yang perlu kita lakukan
adalah meminimalkan penggunaannya sehingga tidak melewati ambang batas yang
disarankan. Karena selain banyak tersedia di pasaran, bahan-bahan tersebut juga
harganya yang relatif sangat murah.
Berikut
adalah contoh bahan-bahan yang bersifat racun yang sering kita jumpai dalam
kehidupan sehari-hari :
1.
Sakarin (Saccharin)
Sakarin
adalah bubuk kristal putih, tidak berbau dan sangat manis, kira-kira 550 kali
lebih manis dari pada gula biasa. Oleh karena itu ia sangat populer
dipakai sebagai bahan pengganti gula. Tikus-tikus percobaan yang diberi makan
5% sakarin selama lebih dari 2 tahun, menunjukkan kanker mukosa kandung kemih
(dosisnya kira-kira setara 175 gram sakarin sehari untuk orang dewasa seumur
hidup).
Sekalipun
hasil penelitian ini masih kontroversial, namun kebanyakan para epidemiolog
dan peneliti berpendapat, sakarin memang meningkatkan derajat kejadian kanker
kandung kemih pada manusia kira-kira 60% lebih tinggi pada para pemakai,
khususnya pada kaum laki-laki. Food and Drug Administation (FDA) Amerika
menganjurkan untuk membatasi penggunaan sakarin hanya bagi para penderita
kencing manis dan obesitas. Dosisnya agar tidak melampaui 1 gram setiap
harinya.’
Siklamat
adalah bubuk kristal putih, tidak berbau dan kira-kira 30 kali lebih mains dari
pada gula tebu (dengan kadar siklamat kira-kira 0,17%). Bilamana kadar larutan
dinaikkan sampai dengan 0,5%, maka akan terasa getir dan pahit. Siklamat dengan
kadar 200 mg per ml dalam medium biakan sel leukosit dan monolayer manusia (in
vitro) dapat mengakibatkan kromosom sel-sel tersebut pecah. Tetapi hewan
percobaan yang diberi sikiamat dalam jangka lama tidak menunjukkan pertumbuhan
ganda. Di Inggris penggunaan siklamat untuk makanan dan minuman sudah dilarang,
demikian pula di beberapa negara Eropa dan Amerika Serikat.
3.
Nitrosamin
Sodium
nitrit adalah bahan kristal yang tak berwama atau sedikit semu kuning. Ia dapat
berbentuk sebagai bubuk, butir-butir atau bongkahan dan tidak berbau. Garam ini
sangat digemari, antara lain untuk mempertahankan warna asli daging serta
memberikan aroma yang khas seperti sosis, keju, kornet, dendeng, ham, dan
lain-lain. Untuk pembuatan keju dianjurkan supaya kandungan sodium nitrit tidak
melampaui 50 ppm, sedangkan untuk bahan pengawet daging dan pemberi aroma yang
khas bervariasi antara 150 – 500 ppm. Sodium nitrit adalah precursor dari
nitrosamines, dan nitrosammes sudah dibuktikan bersifat karsinogenik pada
berbagai jenis hewan percobaan. Oleh karena itu, pemakaian sodium nitrit harus
hati-hati dan tidak boleh melampaui 500 ppm. Makanan bayi sama sekali dilarang
mengandung sodium nitrit.
4.
Zat Pewarna Sintetis
Dari
hasil pengamatan di pasar-pasar ditemukan 5 zat pewarna sintetis yang paling banyak digemari di Indonesia adalah
warna merah, kuning, jingga, hijau dan coklat. Dua dari lima zat pewarna
tersebut, yaitu merah dan kuning adalah Rhodamine-B dan metanil yellow. Kedua
zat pewarna ini termasuk golongan zat pewarna industri untuk mewarnai kertas,
tekstil, cat, kulit dsb. dan bukan untuk makanan dan minuman. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemberian kedua zat warna tersebut kepada tikus dan mencit
mengakibatkan limfoma. Selain itu, boraks, juga merupakan zat pewarna favorit
yang sering digunakan oleh produsen makanan.
5.
Monosodium Glutamat (MSG)
Monosodium
glutamat (MSG) atau vetsin adalah penyedap masakan dan sangat populer di
kalangan para ibu rumahtangga, warung nasi dan rumah makan. Hampir setiap jenis
makanan masa kini dari mulai camilan untuk anak-anak seperti chiki dan
sejenisnya, mie bakso, masakan cina sampai makanan tradisional sayur asam,
lodeh dan bahkan sebagian masakan padang sudah dibubuhi MSG atau vetsin. Pada
hewaan percobaan, MSG dapat menyebabkan degenerasi dan nekrosi sel-sel neuron,
degenerasi dan nekrosis sel-sel syaraf lapisan dalam retina, menyebabkan mutasi
sel, mengakibatkan kanker kolon dan hati, kanker ginjal, kanker otak dan
merusak jaringan lemak.
Bahaya
di Masa Mendatang
Dari
beberapa contoh bahan kimia beracun yang sehari-hari dipergunakan sebagai zat
tambahan dalam makanan dan dipakai secara meluas di kalangan masyarakat, maka
bahaya dalam jangka panjang sudah dapat perkirakan. Untuk mencegah hal ini, pemerintah
harus sudah berani melakukan tindakan preventif mulai sekarang dan jangan
menunggu-nunggu kalau sudah ada korban.
1. Bahan pewarna
Zat aditif pewarna digunakan dalam makanan untuk tujuan
menambah daya tarik dan meningkatkan selera makan. Zat pewarna makanan yang terbuat
dari tumbuhan tidak berbahaya bagi kesehatan manusia, misalnya tomat, wortel,
kunir, kunyit, daun pandan, dan lain-lain. Zat aditif yang berbahaya jika
dikonsumsi manusia adalah zat warna sintetik.
Jika digunakan secara berlebihan
dan terus menerus, maka zat warna sintetik akan tertimbun dalam tubuh dan dapat
merusak fungsi organ-organ tertentu, terutama hati dan ginjal. Hati akan
dipaksa bekerja keras untuk merombak zat tersebut agar dapat dikeluarkan dari
hati, padahal kemampuan hati dalam hal ini sangat terbatas.
Dari organ hati, bahan aditif
pewarna masuk ke dalam sistem peredaran darah dan selanjutnya ke ginjal. Ginjal
juga harus bekerja keras agar bahan pewarna tersebut dapat dikeluarkan dari
dalam tubuh. Zat-zat warna sintetik tertentu juga diduga bersifat karsinogen
atau bisa menyebabkan penyakit kanker.
2. Bahan pengawet
Penggunaan bahan pengawet pada
makanan dimaksudkan untuk mencegah atau menghambat fermentasi atau penguraian
yang disebabkan oleh mikroorganisme, sehingga makanan lebih tahan lama atau
tidak mudah basi. Bahan pengawet alami tidak berbahaya bagi kesehatan manusia,
misalnya pemanfaatan garam dapur untuk mengawetkan ikan asin.
Bahan pengawet yang berbahaya
adalah bahan pengawet sintetik. Contoh bahan pengawet sintetik adalah natrium
benzoat, BHT (butil hidroksi toluena), BHA (butil hidroksi anisol), kalium
nitrat, asam sitrat, kalium nitrit, dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut sering
dipakai oleh industri makanan sebagai bahan pengawet dalam makanan kaleng.
BHA dan BHT bersama asam sitrat
juga sering digunakan untuk mengawetkan minyak agar tidak tengik. Nitrit biasa
dipakai manusia untuk mengawetkan daging, padahal zat aditif ini dapat bereaksi
dengan gugus amino dalam daging dan membentuk nitrosamina yang bersifat racun
dan karsinogen.
Mudah-mudahan informasi bahaya
penggunaan zat aditif ini bisa berguna untuk Anda dalam menjaga kesehatan
tubuh. Kita bisa terkena penyakit, kita juga bisa mencegahnya mulai dari
sekarang.
Kita harus
berhati hati dalam memilih makanan olahan, karena tidak jarang makanan yang
dijual ternyata diolah memakai zat warna yang bukan untuk pewarna makanan.
Dengan tujuan untuk menarik minat pembeli atau meningkatkan nilai jual maka
tidak sedikit pihak produsen memakai atau menambahkan pewarna yang bukan untuk
pangan, yang tentunya berbahaya bagi kesehatan kita sebagai konsumen.
Untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang diakibatkan oleh zat warna tersebut Departemen Kesehatan RI telah mengatur tentang zat warna yang berbahaya ini agar masyarakat terhindar dari akibat yang merugikan.
Ada 30 jenis zat warna yang dinyatakan berbahaya bila digunakan dalam pengolahan makanan. Adapun zat warna yang dimaksud terdiri dari :
Untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang diakibatkan oleh zat warna tersebut Departemen Kesehatan RI telah mengatur tentang zat warna yang berbahaya ini agar masyarakat terhindar dari akibat yang merugikan.
Ada 30 jenis zat warna yang dinyatakan berbahaya bila digunakan dalam pengolahan makanan. Adapun zat warna yang dimaksud terdiri dari :
1. Auramin
2. Alkanet
3. Butter Yellow
4. Black 7984
5. Burn Umber
6. Chrysoindine
7. Chrysoine
8. Citrus red No.2
9. Chocolate Brown FB
10. Fast Red E
11. Fast Yellow AB
12. Guinea Green B
13. Indanthrene Blue RS
14. Magenta
15. Metanil Yellow
16. Oil Orange SS
17. Oil Orange XO
18. Oil Yellow AB
19. Oil Yellow OB
20. Orange G
21. Orange GGN
22. Orange RN
23. Orchid and Orcein
24. Ponceau 3R
25. Ponceau SX
26. Ponceau 6R
27 Rhodamin B
28 Sudan I
29. Scarlet GN
30. Violet 6B
Zat warna tersebut dinyatakan berbahaya melalui PERMENKES RI No. 239/Menkes/Per/V/85 Tentang Zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya.
BAHAYA ZAT PEWARNA PADA MAKANAN
Dengan pengetahuan keamanan pangan yang baik dan
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, maka masyarakat dapat terhindar dari
berbagai bahaya akibat mengkonsumsi makanan yang tidak aman. Masyarakat
dapat terhindar dari bahaya keracunan makanan akibat mengkonsumsi makanan yang
tidak bebas dari cemaran logam berat, pestisida, bahan tambahan pangan dan
racun. Terhindar dari konsumsi makanan yang tercemar cemaran biologis
seperti seperti bakteri, virus, kapang, parasit, protozoa. Terhindar dari
konsumsi makanan yang tercemar Cemaran fisik seperti pecahan gelas,
potongan tulang, kerikil, kawat dan sebagainya.
Pewarna Alami
Adalah zat warna alami (pigmen) yang diperoleh dari
tumbuhan, hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Zat warna ini telah digunakan
sejak dulu dan umumnya dianggap lebih aman daripada zat warna sintetis, seperti
annato sebagai sumber warna kuning alamiah bagi berbagai jenis makanan begitu
juga karoten dan klorofil. Dalam daftar FDA pewarna alami dan pewarna identik
alami tergolong dalam ”uncertified color additives” karena tidak
memerlukan sertifikat kemurnian kimiawi.
Keterbatasan pewarna alami adalah seringkali memberikan
rasa dan flavor khas yang tidak diinginkan, konsentrasi pigmen rendah,
stabilitas pigmen rendah, keseragaman warna kurang baik dan spektrum warna
tidak seluas pewarna sintetik. Pewarna sintetik mempunyai keuntungan yang nyata
dibandingkan pewarna alami, yaitu mempunyai kekuatan mewarnai yang lebih kuat,
lebih seragam, lebih stabil dan biasanya lebih murah.
Beberapa contoh zat pewarna alami yang biasa digunakan
untuk mewarnai makanan (Dikutip dari buku membuat pewarna alami karya nur
hidayat dan elfi anis saati terbitan Trubus Agrisarana 2006. dapat diperoleh di
toko-toko buku se Indonesia) adalah:
- KAROTEN, menghasilkan warna jingga sampai merah. Biasanya digunakan untuk mewarnai produk-produk minyak dan lemak seperti minyak goreng dan margarin. Dapat diperoleh dari wortel, papaya dan sebagainya.
- BIKSIN, memberikan warna kuning seperti mentega. Biksin diperoleh dari biji pohon Bixa orellana yang terdapat di daerah tropis dan sering digunakan untuk mewarnai mentega, margarin, minyak jagung dan salad dressing.
- KARAMEL, berwarna coklat gelap dan merupakan hasil dari hidrolisis (pemecahan) karbohidrat, gula pasir, laktosa dan sirup malt. Karamel terdiri dari 3 jenis, yaitu karamel tahan asam yang sering digunakan untuk minuman berkarbonat, karamel cair untuk roti dan biskuit, serta karamel kering. Gula kelapa yang selain berfungsi sebagai pemanis, juga memberikan warna merah kecoklatan pada minuman es kelapa ataupun es cendol
- KLOROFIL, menghasilkan warna hijau, diperoleh dari daun. Banyak digunakan untuk makanan. Saat ini bahkan mulai digunakan pada berbagai produk kesehatan. Pigmen klorofil banyak terdapat pada dedaunan (misal daun suji, pandan, katuk dan sebaginya). Daun suji dan daun pandan, daun katuk sebagai penghasil warna hijau untuk berbagai jenis kue jajanan pasar. Selain menghasilkan warna hijau yang cantik, juga memiliki harum yang khas.
- ANTOSIANIN, penyebab warna merah, oranye, ungu dan biru banyak terdapat pada bunga dan buah-buahan seperti bunga mawar, pacar air, kembang sepatu, bunga tasbih/kana, krisan, pelargonium, aster cina, dan buah apel,chery, anggur, strawberi, juga terdapat pada buah manggis dan umbi ubi jalar. Bunga telang, menghasilkan warna biru keunguan. Bunga belimbing sayur menghasilkan warna merah. Penggunaan zat pewarna alami, misalnya pigmen antosianin masih terbatas pada beberapa produk makanan, seperti produk minuman (sari buah, juice dan susu).
Pewarna sintetis
Pewarna sintetis mempunyai keuntungan yang nyata
dibandingkan pewarna alami, yaitu mempunyai kekuatan mewarnai yang lebih kuat,
lebih seragam, lebih stabil, dan biasanya lebih murah. Berdasarkan rumus
kimianya, zat warna sintetis dalam makanan menurut ”Joint FAO/WHO Expert
Commitee on Food Additives (JECFA) dapat digolongkan dalam beberapa kelas yaitu
: azo, triaril metana, quinolin, xantin dan indigoid.
Bahaya Jika Digunakan Pada Makanan
Proses pembuatan zat pewarna sintetik biasanya melalui
perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering kali
terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada
pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk akhir, harus melalui
suatu senyawa antara yang kadang-kadang berbahaya dan sering kali tertinggal
dalam hasil akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya. Untuk
zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh
lebih dari 0,00014 persen dan timbal tidak boleh lebih dari 0,001 persen,
sedangkan logam berat lainnnya tidak boleh ada.
Kelarutan pewarna sintetik ada dua macam yaitu dyes dan
lakes. Dyes adalah zat warna yang larut air dan diperjual belikan dalam bentuk
granula, cairan, campuran warna dan pasta. Digunakan
untuk mewarnai minuman berkarbonat, minuman ringan, roti, kue-kue produk
susu, pembungkus sosis, dan lain-lain. Lakes adalah pigmen yang dibuat melalui
pengendapan dari penyerapan dye pada bahan dasar, biasa digunakan pada
pelapisan tablet, campuran adonan kue, cake dan donat.
Rhodamin B. Rhodamin B adalah salah satu pewarna sintetik
yang tidak boleh dipergunaan untuk makanan, selain itu pewarna lainnya yang
dilarang adalah Metanil Yellow Rhodamin B memiliki rumus molekul C28H31N2O3Cl,
dengan berat molekul sebesar 479.000. Rhodamin B berbentuk kristal hijau atau
serbuk-unggu kemerah-merahan, sangat mudah larut dalam air yang akan
menghasilkan warna merah kebiru-biruan dan berflourensi kuat. Selain mudah
larut dalam air juga larut dalam alkohol, HCl dan NaOH. Rhodamin B ini biasanya
dipakai dalam pewarnaan kertas, di dalam laboratorium digunakan sebagai pereaksi
untuk identifikasi Pb, Bi, Co, Au, Mg, dan Th. Rhodamin B sampai sekarang masih
banyak digunakan untuk mewarnai berbagai jenis makanan dan minuman (terutama
untuk golongan ekonomi lemah), seperti kue-kue basah, saus, sirup, kerupuk dan
tahu (khususnya Metanil Yellow), dan lain-lain.
Menurut Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat, ciri-ciri
makanan yang diberi Rhodamin B adalah warna makanan merah terang mencolok.
Biasanya makanan yang diberi pewarna untuk makanan warnanya tidak begitu merah
terang mencolok. Tanda-tanda dan gejala akut bila terpapar Rhodamin B :
1. Jika terhirup dapat menimbulkan iritasi pada
saluran pernafasan.
2. Jika terkena kulit dapat menimbulkan iritasi pada kulit.
3. Jika terkena mata dapat menimbulkan iritasi pada mata,
mata kemerahan, udem pada kelopak mata.
4. Jika tertelan dapat menimbulkan gejala keracunan dan air
seni berwarna merah atau merah muda.
Metanil Yellow juga merupakan salah satu zat pewama yang
tidak diizinkan untuk ditambahkan ke dalam bahan makanan. Metanil Yellow digunakan
sebagai pewama untuk produk-produk tekstil (pakaian), cat kayu, dan cat lukis.
Metanil juga biasa dijadikan indikator reaksi netralisasi asam basa.
Oleh karena itu sebaiknya konsumen sebelum membeli makanan
dan minuman, harus meneliti kondisi fisik, kandungan bahan pembuatnya,
kehalalannya melalui label makanan yang terdapat di dalam kemasan makanan
tersebut agar keamanan makanan yang dikonsumsi senantiasa terjaga.
Tips Memilih dan Membeli Produk Pangan
Pastikan Anda telah membaca label yang tertera pada kemasan
sebelum memutuskan membeli suatu produk pangan. Informasi penting yang perlu
Anda amati dari label produk pangan antara lain:
- Kode registrasi produk, Ini untuk menandakan apakah produk yang bersangkutan sudah terdaftar di Badan POM. Produk yang telah teregistrasi biasanya telah dikaji keamanannya. Penyimpangan bisa saja terjadi jika produsen melakukan perubahan tanpa sepengetahuan Badan POM setelah nomor registrasi didapatkan. Namun dengan mekanisme pengawasan dan kontrol yang dilakukan secara rutin oleh Badan POM, penyimpangan ini bisa terdeteksi.
- Ingredient atau bahan-bahan yang terkandung dalam produk pangan, Sebaiknya hindari membeli produk yang tidak mencantumkan informasi bahan kandungannya.
- Petunjuk aturan pakai, Informasi ini untuk memudahkan Anda dalam mengonsumsi produk pangan.
- Informasi efek samping, Ini salah satu faktor penting yang perlu diketahui sebelum membeli dan mengonsumsi produk pangan khususnya yanq berisiko pada orang-orang tertentu.
- Expired date atau kedaluwarsa produk, Pastikan produk pangan yang dibeli masih belum kedaluwarsa agar tetap terjamin keamanannya.
Bahaya Penggunaan Rhodamine B Sebagai Pewarna Makanan 26
Jan 2006
Zat pewarna makanan alami sejak dulu telah dikenal dalam
industri makanan untuk meningkatkan daya tarik produk makanan tersebut,
sehingga konsumen tergugah untuk membelinya.
Namun celakanya sudah sejak lama pula terjadi
penyalahgunaan dengan adanya pewarna buatan yang tidak diizinkan untuk
digunakan sebagai zat aditif. Contoh yang sering ditemui di lapangan dan
diberitakan di beberapa media massa adalah penggunaan bahan pewarna Rhodamine
B, yaitu zat pewarna yang lazim digunakan dalam industri tekstil, namun
digunakan sebagai pewarna makanan.
Berbagai penelitian dan uji telah membuktikan bahwa dari penggunaan
zat pewarna ini pada makanan dapat menyebabkan kerusakan pada organ hati. Pada
uji terhadap mencit, diperoleh hasil ; terjadi perubahan sel hati dari normal
menjadi nekrosis dan jaringan disekitarnya mengalami disintegrasi atau
disorganisasi. Kerusakan pada jaringan hati ditandai dengan terjadinya piknotik (sel yang melakukan
pinositosis ) dan hiperkromatik (pewarnaan yang lebih kuat dari normal) dari nukleus. Degenerasi
lemak dan sitolisis dari sitoplasma. Batas antar sel tidak jelas, susunan sel
tidak teratur dan sinusoid tidak utuh. Semakin tinggi dosis yang diberikan,
maka semakin berat sekali tingkat kerusakan jaringan hati mencit. Secara
statistik, terdapat perbedaan yang nyata antara kelompok kontrol dengan
kelompok perlakuan dalam laju rata-rata pertambaan berat badan mencit.
Sedangkan menurut studi yang dilakukan oleh Universitas
Hokoriku, Kanazawa, Jepang. Efek Rhodamine B pada kosmetik adalah pada
proliferasi dari fibroblas yang diamati pada kultur sistem. Rhodamine B pada
takaran 25 mikrogram/ml dan diatasnya secara signifikan menyebabkan pengurangan
sel setelah 72 jam dalam kultur. Studi ini menghasilkan bahwa 50 mikrogram/ml
dalam rhodamine B menyebabkan berkurangnya jumlah sel setelah 48 jam dan lebih.
Studi ini juga menyarankan bahwa zat warna rhodamine B menghambat proliferasi
tanpa mengurangi penggabungan sel. Gabungan [3H] timidine dan [14C] leusin
dalam fraksi asam tidak terlarut dari membran sel secara signifikan dihambat
oleh 50 mikrogram/ml Rhodamine B. Rhodamine 6G menyebabkan kerusakan sel yang
parah dan rhodamine B secara signifikan mengurangi jumlah sel. Rhodamine 123
tidak memiliki efek yang berarti, sedangkan. Lebih jauh lagi, rhodamine B
mengurangi jumlah sel vaskuler endothelial pada pembuluh darah sapi dan sel
otot polos pada pembuluh darah hewan berkulit duri setelah 72 jam dalam kultur.
Sehingga tidak berlebihan jika studi ini menyimpulkan bahwa rhodamine B
menghambat proses proliferasi lipo fibroblast pada manusia.
Berikut ini adalah nama-nama lain dari Rhodamine B
Nama Lain Rhodamine B
- Acid Bruliant Pink B
- ADC Rhodamine B
- Aizen Rhodamine BH
- Aizen Rhodamine BHC
- Akiriku Rhodamine B
- Briliant Pink B
- Calcozine Rhodamine BL
- Calcozine Rhodamine BX
- Calcozine Rhodamine BXP
- Cerise Toner
- [9-(orto-Karboksifenil)-6-(dietilamino)-3H-xantin-3-ylidene]dietil ammonium klorida
- Cerise Toner X127
- Certiqual Rhodamine
- Cogilor Red 321.10
- Cosmetic Briliant Pink Bluish D conc
- Edicol Supra Rose B
- Elcozine rhodamine B
- Geranium Lake N
- Hexacol Rhodamine B Extra
- Rheonine B
- Symulex Magenta
- Takaoka Rhodmine B
- Tetraetilrhodamine